Orang Tionghoa tak hanya jadi penonton selama masa revolusi. Beberapa ikut memanggul senjata dan gugur sebagai pahlawan.

Prasangka membayangi etnis Tionghoa. Beberapa kali mereka jadi sasaran amuk massa.

Sejak lama orang-orang Tionghoa dibatasi dalam urusan politik. Mereka tak surut langkah.

Long before Indonesia was established, the Chinese had already established relations with the people of Nusantara.

Komunitas Tionghoa telah menancapkan pengaruhnya di negeri ini semenjak berabad lalu. Setitik nila tak semestinya merusak susu sebelanga.

Sejak masa VOC, kelompok Tionghoa harus menyesuaikan diri dengan perubahan kekuasaan. Banyak yang tumbang, ada pula yang bertahan.

Sebuah kain dengan beragam motif indah. Jadi alat pengingat dalam masyarakat bertradisi lisan.

Jauh sebelum Indonesia berdiri, orang-orang Tionghoa telah menjalin relasi dengan orang-orang di Nusantara.

Terkenal sebagai tentara kelas satu, Gurkha pernah menderita beberapa kekalahan. Nasib mereka pun tak baik-baik amat.

Inggris kembali mengandalkan pasukan Gurkha dalam Konfrontasi Indonesia-Malaysia.

Demi persaudaraan Islam, perempuan, dan harapan kehidupan yang lebih baik, tentara India meninggalkan pasukannya. Mereka membelot ke pihak Indonesia.

Pasukan Sekutu kewalahan menghadapi pejuang Surabaya. Gurkha datang, keadaan berubah.

Gurkha datang ke Jawa Tengah tanpa laporan lengkap intelijen. Gagal membaca kekuatan pejuang Republik.

Inggris terpaksa menggunakan pasukan India dan Gurkha. Kehadiran pasukan Belanda membuat pasukan Sekutu ini terlibat dalam peperangan.

Meski Soeharto dipuji atas keberhasilan produksi pangan lewat Revolusi Hijau, capaian itu dicapai lewat kerja sama dengan korporasi asing, pemaksaan terhadap petani, dan kekerasan struktural. Ia bukan inovator, hanya pelaksana agenda global.